Catatan ringkasan kajian dunia lebih jelek daripada bangkai kambing oleh Ustad Yazid 12 Agustus 2018 di Jakarta Islamic Center
RINGKASAN MUQADDIMAH KAJIAN “DUNIA LEBIH JELEK DARIPADA BANGKAI KAMBING”
Oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah-
[1]- Tonggak Islam dibangun di atas 2 (dua) perkara:
1. Hus-nul Qashd (keinginan yang baik); yakni: niat yang ikhlas, dan
2. Shihhatul Fahm (pemahaman yang benar).
Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim -rahimahullaah- dalam “I’laamul Muwaqqi’iin”.
[2]- Sedangkan fitnah (ujian/kejelekan) di dalam kehidupan ada 2 (dua):
1. Fitnah Syahwat, yang merusak keinginan, dan ini yang akan kita bahas. Karena dunia merusak tujuan hidup seseorang.
2. Fitnah Syubhat, yang merusak ilmu dan pemahaman. Seorang yang terkena Fitnah Syubhat: ia mungkin tidak silau dengan dunia, bahkan ia (bersabar) hidupnya susah (miskin); tapi dia sesat. Seperti orang-orang Khawarij: ada syubhat di kepalanya yaitu barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah; maka ia kafir (tanpa perincian), sehingga mereka mengkafirkan ‘Ali bin Abi Thalib -radhiyallaahu ‘anhu- dan lainnya.
[3]- (Kecintaan terhadap) dunia bisa memalingkan tujuan hidup seseorang. Padahal Allah menciptakan jin dan manusia: untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)
“beribadah kepada-Ku” maknanya: agar mentauhidkan Allah, karena ibadah tidak sah tanpa adanya Tauhid. Sehingga agama Islam adalah agama Tauhid, bahkan Allah memerintahkan para nabi dan rasul untuk mendakhwahkan Tauhid, sebagaimana dalam firman-Nya:
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ...}
“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah Thagut”...” (QS. An-Nahl: 36)
Thaghut adalah: segala sesuatu yang diibadahi selain Allah.
Sehingga rukun dakwah ada 2 (dua):
1. Memerintahkan untuk beribadah kepada Allah.
2. Menjauhkan segala yang diibadahi selain Allah.
[4]- Jadi, kita hidup di dunia untuk beribadah kepada Allah, bukan untuk bermain-main atau jalan-jalan. Bukan berarti jalan-jalan itu tidak boleh, akan tetapi tujuan kita adalah ibadah. Bahkan dalam hadits qudsi Allah perintahkan kita agar memfokuskan hidup untuk ibadah. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
يَا ابْنَ آدَمَ، تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى، وَأَسُدَّ فَقْرَكَ، وَإِلَّا تَفْعَلْ، مَلَأْتُ صَدْرَكَ شُغْلًا، وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
Baca Juga
“Wahai anak Adam! Fokuskanlah (gunakanlah) waktumu untuk beribadah kepada-Ku; niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan (kecukupan) dan Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya; maka Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak tutup kefakiranmu.” [HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya]
Maka, dengan kita beribadah kepada Allah; rizki pasti datang (tentunya disertai ikhtiar). Oleh karena itulah: setelah Allah jelaskan:
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)
Allah berfirman:
{مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ * إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ}
“Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzaariyaat: 57-58)
[5]- Maka hal ini harus kita imani: kita harus hidup unttuk beribadah kepada Allah (dengan mentauhidkan-Nya), dan Allah tidak akan menyia-nyiakan kita; Allah pasti beri rizki.
Contohnya adalah: kisah Maryam (yang fokus beribadah, kemudian Allah berikan rezeki). Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{... وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
“... dan (Allah) menyerahkan pemeliharaannya (Maryam) kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia dapati makanan di sisinya. Dia berkata, “Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?” Dia (Maryam) menjawab, “Itu dari Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.” (QS. Ali ‘Imraan: 37)
Contoh lainnya: Allah perintahkan kita dan keluarga kita untuk Shalat, dan Allah sebutkan: dengan kita Shalat; maka Allah beri rezeki. Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ}
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)
Akan tetapi kita beribadah harus tetap ikhlas karena Allah dan juga ittibaa’ (mengikuti Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-). Itulah dua syarat diterimanya ibadah.
[6]- Keadaan kaum muslimin sekarang sedang terpuruk. Hal itu dikarenakan mereka belum menegakkan ibadah dengan sebenar-benarnya. Karena kalau mereka menegakkan ibadah dengan sebenar-benarnya; niscaya Allah akan berikan kekuasaan. [Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ}
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang beramal shalih: bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)]
[7]- Banyak dari kita yang tertipu dengan dunia; baik orang awam, penuntut ilmu, da’i, bahkan ulama. Padahal Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- sudah peringatkan dalam sabdanya:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan indah. Dan sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian beramal. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah (kerusakan) yang pertama kali terjadi pada Bani Isra-il adalah karena wanita.” [HR. Muslim]
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Setiap umat memiliki fitnah (ujian), dan fitnah ummatku adalah harta.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan lainnya)
Beliau -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
[8]- Jadi, sekali lagi: yang kita bahas adalah Fitnah Syahwat, yaitu: cinta kepada dunia. Karena semua sibuk dengan dunia. Harusnya kesibukan kita adalah: beramal shalih untuk masuk Surga.
Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa salllam- mengiming-imingi para Shahabat dengan Surga. [Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda kepada penduduk Yatsrib pada Bai’at ‘Aqabah kedua:
“Kalian membai’atku untuk mendengar dan ta’at dalam keadaan semangat maupun malas, berinfak dalam keadaan sempit maupun lapang, amar ma’ruf nahi munkar, berkata (yang benar) dalam (agama) Allah dengan tidak takut -di jalan Allah- terhadap celaan orang yang mencela, dan kalian menolongku; -jika aku datang kepada kalian- maka kalian bela aku sebagaimana kalian membela diri-diri kalian, istri-istri kalian, dan anak-anak kalian, DAN BALASAN KALIAN ADALAH SURGA.” [HR. Ahmad, dan lainnya]
Dan ketika Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- disuruh memilih: “Apakah engkau ingin Allah menjadikanmu sebagai seorang raja sekaligus nabi, atau seorang hamba sekaligus rasul?” Jibril berkata: “Merendahlah kepada Rabb-mu wahai Muhammad!” Maka beliau menjawab:
بَلْ عَبْدًا رَسُوْلاً
“Bahkan (aku ingin menjadi) seorang hamba sekaligus rasul.” [HR. Ahmad, dan lainnya]
[9]- Semua sibuk dengan dunia; baik yang miskin maupun yang kaya. Harusnya kita memiliki kekayaan hati, karena itulah kekayaan yang hakiki. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لَيْسَ الغِنَى عَنْ كَثْرَةِ العَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“(Hakikat) kaya bukanlah dengan banyaknya harta benda. Namun kaya (yang sebenarnya) adalah kaya hati.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
“kaya hati” maksudnya: merasa ridha dan cukup dengan rezeki yang Allah karuniakan.
[10]- Dan bukan hanya orang awam saja yang sibuk dengan dunia, bahkan da’i pun sibuk dengan dunia: harta, jabatan, dan kedudukan. Bahkan sampai beramal untuk mendapatkan dunia; maka ini syirik. Oleh karena itulah Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab -rahimahullaah- membuat bab dalam Kitab Tauhid:
بَابُ: مِنَ الشِّرْكِ: إِرَادَةُ الْإِنْسَانِ بِعَمَلِهِ الدُّنْيَا
"Bab: Termasuk Bentuk Syirik: Seseorang Melakukan Amal (Shalih) Untuk (Mengharap) Dunia"
Maka, kita harus ikhlas beramal untuk akhirat. Adapun dunia maka Allah sifatkan dengan:
}...مَتَاعُ الْغُرُوْرِ}
“...kesenangan yang palsu/menipu.” (QS. Al-Hadiid: 20)
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix, dengan tambahan nash/teks beberapa dalil yang diisyaratkan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah-
Maka, dengan kita beribadah kepada Allah; rizki pasti datang (tentunya disertai ikhtiar). Oleh karena itulah: setelah Allah jelaskan:
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)
Allah berfirman:
{مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ * إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ}
“Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzaariyaat: 57-58)
[5]- Maka hal ini harus kita imani: kita harus hidup unttuk beribadah kepada Allah (dengan mentauhidkan-Nya), dan Allah tidak akan menyia-nyiakan kita; Allah pasti beri rizki.
Contohnya adalah: kisah Maryam (yang fokus beribadah, kemudian Allah berikan rezeki). Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{... وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
“... dan (Allah) menyerahkan pemeliharaannya (Maryam) kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia dapati makanan di sisinya. Dia berkata, “Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?” Dia (Maryam) menjawab, “Itu dari Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.” (QS. Ali ‘Imraan: 37)
Contoh lainnya: Allah perintahkan kita dan keluarga kita untuk Shalat, dan Allah sebutkan: dengan kita Shalat; maka Allah beri rezeki. Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ}
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)
Akan tetapi kita beribadah harus tetap ikhlas karena Allah dan juga ittibaa’ (mengikuti Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-). Itulah dua syarat diterimanya ibadah.
[6]- Keadaan kaum muslimin sekarang sedang terpuruk. Hal itu dikarenakan mereka belum menegakkan ibadah dengan sebenar-benarnya. Karena kalau mereka menegakkan ibadah dengan sebenar-benarnya; niscaya Allah akan berikan kekuasaan. [Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ}
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang beramal shalih: bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)]
[7]- Banyak dari kita yang tertipu dengan dunia; baik orang awam, penuntut ilmu, da’i, bahkan ulama. Padahal Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- sudah peringatkan dalam sabdanya:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan indah. Dan sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian beramal. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah (kerusakan) yang pertama kali terjadi pada Bani Isra-il adalah karena wanita.” [HR. Muslim]
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Setiap umat memiliki fitnah (ujian), dan fitnah ummatku adalah harta.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan lainnya)
Beliau -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
[8]- Jadi, sekali lagi: yang kita bahas adalah Fitnah Syahwat, yaitu: cinta kepada dunia. Karena semua sibuk dengan dunia. Harusnya kesibukan kita adalah: beramal shalih untuk masuk Surga.
Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa salllam- mengiming-imingi para Shahabat dengan Surga. [Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda kepada penduduk Yatsrib pada Bai’at ‘Aqabah kedua:
“Kalian membai’atku untuk mendengar dan ta’at dalam keadaan semangat maupun malas, berinfak dalam keadaan sempit maupun lapang, amar ma’ruf nahi munkar, berkata (yang benar) dalam (agama) Allah dengan tidak takut -di jalan Allah- terhadap celaan orang yang mencela, dan kalian menolongku; -jika aku datang kepada kalian- maka kalian bela aku sebagaimana kalian membela diri-diri kalian, istri-istri kalian, dan anak-anak kalian, DAN BALASAN KALIAN ADALAH SURGA.” [HR. Ahmad, dan lainnya]
Dan ketika Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- disuruh memilih: “Apakah engkau ingin Allah menjadikanmu sebagai seorang raja sekaligus nabi, atau seorang hamba sekaligus rasul?” Jibril berkata: “Merendahlah kepada Rabb-mu wahai Muhammad!” Maka beliau menjawab:
بَلْ عَبْدًا رَسُوْلاً
“Bahkan (aku ingin menjadi) seorang hamba sekaligus rasul.” [HR. Ahmad, dan lainnya]
[9]- Semua sibuk dengan dunia; baik yang miskin maupun yang kaya. Harusnya kita memiliki kekayaan hati, karena itulah kekayaan yang hakiki. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لَيْسَ الغِنَى عَنْ كَثْرَةِ العَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“(Hakikat) kaya bukanlah dengan banyaknya harta benda. Namun kaya (yang sebenarnya) adalah kaya hati.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
“kaya hati” maksudnya: merasa ridha dan cukup dengan rezeki yang Allah karuniakan.
[10]- Dan bukan hanya orang awam saja yang sibuk dengan dunia, bahkan da’i pun sibuk dengan dunia: harta, jabatan, dan kedudukan. Bahkan sampai beramal untuk mendapatkan dunia; maka ini syirik. Oleh karena itulah Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab -rahimahullaah- membuat bab dalam Kitab Tauhid:
بَابُ: مِنَ الشِّرْكِ: إِرَادَةُ الْإِنْسَانِ بِعَمَلِهِ الدُّنْيَا
"Bab: Termasuk Bentuk Syirik: Seseorang Melakukan Amal (Shalih) Untuk (Mengharap) Dunia"
Maka, kita harus ikhlas beramal untuk akhirat. Adapun dunia maka Allah sifatkan dengan:
}...مَتَاعُ الْغُرُوْرِ}
“...kesenangan yang palsu/menipu.” (QS. Al-Hadiid: 20)
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix, dengan tambahan nash/teks beberapa dalil yang diisyaratkan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah-
Sumber : http://www.fotodakwah.com/2018/08/catatan-ringkasan-kajian-dunia-lebih.html#ixzz5O8KaH48z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar